Rabu, 03 Juni 2015

Penyimpanan dan Penggudangan SUSU BUBUK



BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Susu merupakan produk minuman yang cukup berkembang dalam dunia pangan. Sapi perah merupakan sumber utama penghasil susu yang mempunyai nilai gizi tinggi. Nilai gizi susu yang tinggi mempunyai sifat yang baik untuk kesehatan tubuh pengkonsumsinya. Namun, susu juga rentan sekali dengan pertumbuhan bakteri, sehingga dalam pengolahannya harus dapat mempertahankan kualitas susu. Susu sebagai salah satu produk hasil pertanian merupakan bahan pangan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Susu juga disebut sebagai makanan yang hampir sempurna karena kandungan zat gizinya yang lengkap. Proses pembuatan susu pada setiap industri sangat bervariasi tergantung dari jenis produk yang dihasilkan. Secara garis besar proses produksi pengolahan susu terdiri dari kegiatan penerimaan dan penyimpanan bahan baku, penyiapan bahan baku, proses produksi, pengemasan dan penyimpanan.

Pengemasan adalah salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan susu bubuk sebelum dikirim ke tempat tujuannya. Produk susu bubuk mempunyai sifat yang higroskopis dan mempunyai berat jenis ringan. Oleh karena itu susu bubuk harus dikemas dan disimpan secara tepat sebelum akhirnya dikonsumsi. Fungsi pengemasan susu bubuk yaitu untuk mengawetkan susu bubuk dan mempertahankan mutu produk, memberi kemudahan penyimpanan dan memperlancar proses distribusi serta yang lebih penting lagi dapat menekan kontaminasi yang dapat membahayakan kosumen. Pembungkusan susu bubuk perlu menggunakan dua pembungkus, yaitu wadah utama dan wadah sekunder untuk melindungi wadah pertama. Wadah utama harus bersifat tahan terhadap perubahan warna, flavour, rasa dan perubahan-perubahan produk lainnya. Disamping itu wadah utama harus bisa melindungi makanan dari kontaminasi, melindungi kandungan air dan lemak, mencegah masuknya gas, melindungi dari sinar matahari, serta tahan terhadap tekanan dan benturan.

Bahan pengemas susu bubuk terdiri dari pengemas primer, pengemas sekunder dan pengemas tersier. Pengemas primer (yang berhubungan langsung dengan produk) terbuat dari kaleng dan almunium foil. Pengemas sekunder (tidak berhubungan langsung dengan produk) terdiri dari dua pengemas yaitu folding box untuk membungkus kemasan almunium foil dan kemasan karton box untuk membungkus kemasan kaleng dan ”sachet”.

1.2    Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Pengertian  SUSU
Mengetahui kerusakan pada susu bubuk
Mengetahui keluar-masuknya produk susu di gudang
Mengetahui sanitasi pada gudang penyimpanan






BAB II

PEMBAHASAN

 

Susu Bubuk 

Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk mempunyai daya tahan yang lebih lama daripada susu cair dan tidak perlu disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk mempunyai daya tahan yang lebih lama daripada susu cair dan tidak perlu disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah.
Susu bubuk adalah susu yang dipanaskan hingga kering dan berbentuk bubuk. Ada tiga macam, yaitu :
  • Susu formula Susu bubuk khusus untuk bayi dengan formula yang disesuaikan dengan ASI dan ditambah beberapa vitamin, mineral dan zat besi. Meskipun demikian, ASI tetap tidak dapat ditandingin oleh susu buatan manapun. Apabila terpaksa memberikan susu bubuk kepada bayi, sebaiknya berkonsultasii terlebih dahulu dengan dokter. Dan jangan lupa memperhatikan aturan pakai serta kebersihan peralatannya.
  • Susu full cream atau whole milk Susu yang berkadar lemak tingi ± 26%. Baik untuk anak yang kekurangan gizi. Susu full cream kadar proteinnya dan laktose serta karbohidrat lebih rendah jika dibandingkan dengan susu skim. Sebaliknya kadar lemak serta vitamin A susu full cream lebih tinggi dari susu skim.
  • Susu skim (not fat) Susu ini mengandung lemak sedikit sekali dan tidak mengandung vitamin A dan D. Tapi kadar protein dan karbohidratnya tinggi. susu ini tidak cocok untuk bayi dan cocok untuk orang yang diet kalorie rendah. Disamping itu semua ada juga susu yang terbuat dari nabati (kedelai). Susu kedelai kadar vitamin A, C dan mineral Calsium serta Ferum (besi) relatif kecil.

Sifat fisik susu bubuk:
§   Sangat Higroskopis
§   Berbentuk serpihan bergerigi bila dikeringkan dengan roll dryer
§   Berbentuk gumpalan tak teratur, berisi rongga-rongga udara yang kecil bila dikeringkan dengan Spray Dryer
§   Lebih mudah larut, partikel berukuran 150 mikron
§   Terapung di air bila partikel berukuran sangat kecil

 

Kerusakan-kerusakan pada Susu

2.1   Kerusakan Kimia
Kerusakan kimiawi yang dapat terjadi pada produk susu bubuk yaitu terjadinya perubahan pH dan kadar lemak. Nilai  pH (potential of hydrogen) atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman (atau kebasaan) yang dimiliki oleh suatu larutan. Nilai pH dinyatakan netral, bila ion H+ dan ion OH- terlarut pada jumlah yang sama atau apabila memiliki nilai pH sebesar 6,5-7 (Arpah, 2003).

Nilai pH atau keasaman  liquid MST dipengaruhi oleh kandungan  total solid (TS) di dalamnya. TS  liquid MST  terdiri atas TS dengan komponen lemak dan TS tanpa komponen lemak atau disebut solid non fat (SNF). SNF diantaranya terdiri atas kasein, laktosa dan whey protein. Widodo (2003) menyatakan bahwa  susu dengan kandungan TS yang tinggi diduga mempunyai keasaman yang lebih tinggi dari pada kondisi standar. Peningkatan keasaman menandakan kecenderungan yang mengarah pada penurunan persentase SNF (lemak, kasein dan  laktosa). Sebaliknya, penurunan keasaman menandakan adanya peningkatan persentase protein non kasein yaitu whey protein dan abu. Susu yang mempunyai keasaman tinggi mempunyai nutrien yang lebih banyak dan mempunyai kekhususan yaitu tingginya kandungan fosfat.
Kerusakan kadar lemak dapat mempengaruhi tingkat kelarutan di dalam air dan mutu fisik penampakan larutan; menjadi sumber penyebab utama terjadinya ketengikan dan reversion (perubahan bau sebelum terjadi proses ketengikan). Reversion  ini terjadi karena susu bubuk berlemak mudah sekali menyerap bau dari udara lingkungan. Hasil  oksidasi  lemak  dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau  tidak enak, tetapi  juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin (karoten dan tokoferol) dan asam esensial dalam lemak.

2.2    Kerusakan Mikrobiologi
Mikroorganisme menghendaki aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, yaitu untuk bakteri 0,90, khamir 0,80−0,90, dan kapang 0,60−0,70. Pada aw yang tinggi, oksidasi lemak berlangsung lebih cepat dibanding pada aw rendah. Kandungan air dalam bahan pangan, selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan (Arpah, 2003).
Mikroba patogen yang umum mencemari susu bubuk adalah E. coli. SNI mensyaratkan bakteri E. coli tidak terdapat dalam susu dan produk olahannya. Selain E.coli, beberapa bakteri patogen yang umum mencemari susu segar adalah Brucella sp., Bacillus cereus, Campylobacter sp., Listeria monocytogenes, Salmonella sp., dan Staphylococcus aureus. Susu perlu mendapat penanganan yang tepat dan benar, antara lain dengan melakukan proses pemanasan, baik pasteurisasi ataupun sterilisasi untuk membunuh mikroba patogen. Pencemaran pada susu bisa juga terjadi setelah proses pemanasan dan pada saat pengemasan. Alat dan cara pengemasan yang tidak steril berpotensi menyuburkan tumbuhnya bakteri patogen di dalam susu (Djaafar, dan Rahayu, 2007).

2.3  Kerusakan fisik
Kerusakan fisik yang terjadi pada susu meliputi warna, tekstur, rasa, dan aroma. Kerusakan tersebut dipengaruhi oleh adanya mikroba pembusuk yang ada di dalam susu dan juga faktor lingkungan. Susu dikatakan rusak apabila warnanya sudah berubah, tekstur susu menggumpal, rasanya sudah asam, aromanya sudah tidak segar (busuk dan tengik).
Selain itu adapula hama (serangga) yang menyerang susu bubuk :


 






                                                                                                                          
Selama penyimpanan di gudang, produk susu bubuk juga dapat dirusak oleh hama gudang seperti : tikus, dan kecoa Amerika





                                                                                                                                                         
Hama Gudang
Sebelum dilakukan penyimpanan pada susu, maka harus dipastikan bahwa gudang terbebas dari hama. Semua lubang yang memungkinkan hama masuk ke dalam gudang harus ditutup sehingga tidak terjadi kontaminasi selama penyimpanan berlangsung. Adanya hama di dalam gudang akan meningkatkan resiko penularan suatu penyakit yang dibawa oleh hama tersebut.

 

Alur Masuk- Keluar Produk dari Gudang

alur di gudang.png




SUASANA DALAM GUDANG SUSU











stock-susu-1.jpg







warehouse11.gif







Sanitasi dan Manajemen Pergudangan.
Tersedianya sarana pergudangan yang baik tanpa diikuti dengan pelaksanaan program sanitasi dan manajemen pergudangan yang teratur dapat menghambat usaha perawatan kualitas yang dijalankan. Pengawasan/inspeksi terhadap kualitas bahan yang disimpan di gudang-gudang dilakukan secara teratur untuk mengetahui seberapa jauh serangan hama yang mungkin terjadi, penurunan kualitas dan lain-lain. Dari sistem pengawasan yang teratur dapat segera dilakukan tindakan-tindakan pencegahan dan pemberantasan atau penyaluran bahan pangan dengan segera bila diperlukan.
Dalam kerangka manajemen pergudangan yang baik selain melakukan sistem penumpukan yang memenuhi syarat, juga prinsip FIFO (First in first out) sedapat mungkin dilaksanakan dalam penyaluran bahan pangan.
Tujuan Sanitasi adalah untuk mencegah masuknya kontaminan dalam makanan dan peralatan pengolahan makanan serta mencegah terjadinya rekontaminasi.
1.      Sanitasi bahan baku
Susu segar yang diterima selalu dilewatkan pada suatu filter  setelah pemanasan dari balance tank.
2.      Sanitasi air
Air merupakan komponen ynag vital bagi industri pengolahan susu karena selama proses produksi berlangsung air selalu digunakan untuk membersihkan  alat.
3.      Sanitasi alat
Permukaan alat dan mesin yang kontak langsung dengan susu harus mempunyai tingkat kebersihan yang tinggi
4.      Sanitasi pekerja
5.      Sanitasi gedung dan lingkungan
Di titik beratkan pada segi estetika, kesehatan pekerja, dan mengurangi terjadinya kontaminasi pada produk akhir.


                                                                         

BAB III

PENUTUP

 

KESIMPULAN

·         Proses pembuatan susu pada setiap industri sangat bervariasi tergantung dari jenis produk yang dihasilkan. Secara garis besar proses produksi pengolahan susu terdiri dari kegiatan penerimaan dan penyimpanan bahan baku, penyiapan bahan baku, proses produksi, pengemasan dan penyimpanan.
·         Pengawasan/inspeksi terhadap kualitas bahan yang disimpan di gudang-gudang dilakukan secara teratur untuk mengetahui seberapa jauh serangan hama yang mungkin terjadi, penurunan kualitas dan lain-lain.
Terdapat beberapa hal yang penting untuk diperhatikan sebelum dilakukan penyimpanan : Kadar Air Bahan, Suhu (temperatur) Udara di Ruang Penyimpanan, Kelembaban Udara (Relatif Humidity) di Ruang Penyimpanan, Hama Gudang.
Ada beberapa sanitasi dan manajemen dalam penggudangan, diantaranya :
Sanitasi bahan baku
Sanitasi air
Sanitasi alat
Sanitasi pekerja
Sanitasi gedung dan lingkungan



 

DAFTAR PUSTAKA


Arpah, M.  2003.  Pengawasan Mutu Pangan.  Andi Offset.  Bandung.
Djaafar, T.F dan S. Rahayu.  2007.  Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian, Penyakit yang Ditimbulkan dan Pencegahannya.  26(2) : 67-75.  Jurnal Litbang Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.  Yogyakarta.
Inkuiri.  2011.  Mesin Sealer Plastik & Alumunium Foil. http://www.suryayan-mesin-sealer-plastik-alumunium-foil.htm. Diakses tanggal 13 Januari 2013 pukul 16:45 WIB.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono.  1992.  Petunjuk Labratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.  PAU Pangan dan Gizi.  IPB.  Bogor.
Spreer, E.  1998.  Milk and Daily Product Technology. Transled by Axel Mixa.  Mareell Dekker Inc.  New York.
Syarief,  R.,  S.Santausa,  St.Ismayana  B.  2009.  Teknologi  Pengemasan  Pangan.  Laboratorium Rekayasa Proses Pangan.  PAU Pangan dan Gizi.  IPB.
Tjahjadi, C dan Herlina Marta.  2011.  Pengantar Teknologi Pangan.  Universitas Padjajaran.  Bandung.
Widodo.  2003.  Teknologi Proses Susu Bubuk.  Lacticia Press.  Yogyakarta.





Kamis, 26 Maret 2015

Solubility



 Kelarutan


Kelarutan HA dan HF dengan DH yang berbeda dalam kisaran pH 2-12 .Semua hidrolisat yang larut pada rentang pH yang luas dengan lebih dari 85% kelarutan. secara umum, degradasi protein untuk peptida kecil mengarah ke produk yang lebih larut (chobert, Bertrand-Harb, & nicolus, 1988;. Gbogouri et al, 2004; Linder, Fanni, & Par mentier, 1966). baik HA dan HF dengan DH yang tinggi, memiliki kelarutan yang lebih tinggi daripada yang mereka yang memiliki lebih rendah DH. ini memberikan dukungan lebih lanjut untuk temuan (Gbogorouri et al, 2004), Shahidi et al 1995 dan Quanglia dan Orban1987) yang melaporkan bahwa hidrolisat memiliki kelarutan yang sangat baik pada tingkat tinggi hidrolisis. keseimbangan kekuatan hidrofilik dan hidrofobik peptida pengaruh lain yang penting pada peningkatan kelarutan (gbogouri et al, 2004). hidrolisis enzimatik berpotensi mempengaruhi ukuran molekul dan hidrofobik, serta kelompok polar dan ionizeble hidrolisat protein (Mutilangi et al, 1996; Turgeon & Gauthier, 1990) peptida kecil dari protein myofibrillar diharapkan memiliki residu proporsional lebih polar, dengan kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen dengan air dan meningkatkan kelarutan (Gbogouri et al, 2004), sebagai akibatnya, hidrolisat dengan peptida kecil, yaitu DH lebih tinggi lebih larut.
kelarutan HA dan HF yang cukup rendah pada pH 4, di mana kelarutan di atas 90% yang terlihat pada pH lainnya diuji. hidrolisat salmon sampingan juga menunjukkan kelarutan terendah pada pH 4 (Gbogouri et al, 2004), pH mempengaruhi muatan pada kelompok rantai samping asam lemah dan dasar dan hidrolisat umumnya menunjukkan kelarutan yang rendah pada titik-titik isoelektrik mereka (Chobert et al, 1988; Linder et al, 1996). variasi kelarutan dapat dikaitkan dengan kedua muatan bersih peptida, kenaikan pH bergerak menjauh dari pI, dan hidrofobik permukaan, yang mempromosikan agregasi melalui interaksi hidrofobik (Sorgentini & Wagner, 2002). karena kelarutan tinggi dari hidrolisat otot pada rentang pH yang luas, itu dianggap bahwa produk memiliki berat molekul rendah dan sifat hidrofilik (Sorgentini & Wagner, 2002)  

Reference : Jurnal